Senin, 06 Januari 2020

Refleksi Pelatihan Guru Merdeka Belajar



Refleksi Pelatihan Guru Merdeka Belajar

                                                                        picture: wmnf.org

I hope I Will Start to Change
1st concept: “menetapkan tujuan belajar sesuai kebutuhan, minat dan aspirasinya, bukan karena didikte pihak lain”
Saya mengikuti pelatihan Guru Merdeka Belajar untuk pertama kalinya dan mendapat sebuah pondasi yang lebih kuat tentang bagaimana cara saya memandang siswa. Saya adalah seorang guru pendamping khusus, utamanya belakangan ini yang menjadi perhatian saya adalah anak-anak hebat dengan Autism Spectrum Disorder dan Down Syndrom. Berdasarkan insight yang saya peroleh dari diskusi ringan hingga diskusi super serius, saya mendapat kesan bahwa anak-anak tersebut sejauh ini lebih efektif dalam perubahan perilakunya jika diberi treatment tegas yang “memang harus dipaksa”. Tentu saja saya masih belajar untuk meluweskan cara saya agar tetap tegas tapi juga hangat.
Namun, setelah saya mengikuti pelatihan ini saya terinspirasi untuk merubah mindset (setidaknya mindset saya terlebih dahulu) dengan meyakini bahwa anak-anak special ini juga anak-anak yang merdeka. Anak-anak yang punya di dalam dirinya keinginan dan kehendak sendiri. Saya mulai berimajinasi bahwa pasti ada cara untuk bisa memupuk dan memunculkan benih-benih untuk mau berekspresi sesuai hatinya, memilih mana yang disukainya, menyebutkan apa keinginannya dan mampu mencari cara untuk memenuhi keinginannya sendiri. Bukan kah itu bentuk sederhana “kemerdekaan” dan semestinya dimiliki oleh anak-anak, semua anak. Maka nantinya saya berencana akan

But, How Is The Way?
2nd concept: “menentukan prioritas, cara dan ritme belajar, termasuk beradaptasi dengan cara baru yang lebih efektif”
Tantangan selanjutnya bagi orang yang telah menemukan tujuan atau cita-cita barunya adalah bagaimana caranya? Pada pelatihan merdeka belajar yang ditekankan adalah adanya kemandirian dalam cara bagi siswa dalam mengekspresikan hasil belajar mereka. Misalnya, pada tema “apa yang kamu ketahui Indonesia?”, anak-anak bebas mengekspresikannya, bisa lewat puisi, gambar, lagu, paragraph narasi, dan lain-lain. Namun, pengalaman saya sangat lah butuh usaha yang ekstra untuk mengarahkan anak-anak special  ini agar mau mengerjakan tugas, walau tugas sudah dimodifikasi dengan kemampuannya. Walau pun begitu bukan lah itu menjadi hambatan yang patut untuk menghentikan semangat merdeka belajar. Rencananya saya akan menyusun tugas yang memang sesuai dengan apa yang anak itu sudah pernah, sering dan senang melakukannya. Sehingga tugas-tugas lebih engage dengan dirinya.

Consistent Reflection
3rd concept: “melakukan evaluasi diri untuk menentukan mana tujuan dan cara belajar yang sudah efektif dan mana yang perlu diperbaiki”
Dalam sebuah aksi yang telah dilakukan maka perlu dilakukan refleksi. Hal itu perlu dilakukan untuk mengecek dan memastikan kembali apakah kegiatan yang saya lakukan sesuai dengan niat, apakah niat saya dan tujuan belajarnya sudah selaras, apakah cara yang saya pakai sudah lurus pada track mencapai tujuan, apakah tujuan tercapai, apakah cara mengukur ketercapaian sudah tepat, apakah ketercapaian tujuan sudah ada peningkatan dari sebelumnya?
Yah banyak sekali memang, tetapi saya tidak mau muluk-muluk, akan saya terapkan sedikit demi sedikit dengan mengutamakan konsistensi alias istiqomah, terdata, tercatat, dan terkomunikasikan dengan partner kerja lain yang juga berperan sangat penting bagi kemajuan dan perkembangan peserta didik, yaitu anak-anak special ini.

Demikian tulisan ini dibuat,
Setelah sekian lama tidak menulis,
Semoga saya bisa melaksanakan apa yang saya rencanakan,

email: nurululfahpujilestari@gmail.com


Rabu, 13 November 2019

Free The Hurt



Free the hurt


I hate the way you blame on me, but the worst is that I can't stop blame my self, underestimate my own self, hate, annoyed, angry, like I depend only to my self, not to God

you always share your hurt, and never stop to make me sure that I'm the cause

you say your life depends on me, but you don't know how to support me, all that you do is just hurt me, press me, making me feel shame on my self, making me feel like I'm a super failure child

please.. please just let me go, to find my own self, that had been broken and fallen into pieces

Please.. please just let me see my own intention.. at least my intention to stay alive




writing is a kind of therapy, just write your feeling, to feel better
_Just stay alive happily guys_

Kamis, 26 September 2019

Psychology Corner: Pokok Pokok Pemikiran Arnold Gessell: Bisakah kita mulai memberi tempat bagi Anak-anak kita



“Suatu hari, saya sangat frustrasi atau malah mungkin demotivasi, menghadapi seorang anak yang tak juga kunjung mau melakukan instruksi sederhana yang saya berikan. Berbagai tarik ulur metode dalam keterbatasan pengetahuan dan pengalaman telah saya lakukan. Namun, tidak ada hasil yang konsisten dan melekat seterusnya setiap hari. Sampai saya berpikir, apakah sesungguhnya dia butuh itu? Apakah dia sudah siap untuk suatu tugas? Apakah yang sebenarnya dia butuhkan?”

academichelp.net

Saya kembali memikirkan judul yang tepat untuk kontemplasi kali ini. Namun, rasa-rasanya kata “memberi tempat” sudah sangat tepat mewakili visualisasi saya tentang kebutuhan anak-anak akan sebuah “ruang”, “tempat”, atau dalam hal ini sebuah kesempatan dan kelonggaran untuk menjadi diri mereka sendiri. Kita atau saya sebagai orang dewasa, baik sebagai ibu secara alamiah atau pendidik, seringkali secara sadar atau tidak sadar menjadikan anak-anak sebagai sebuah objek yang perlu dan bisa kita kendalikan menurut keinginan kita. Ya.. memang kita mengatakan “ini demi kebaikannya”. Namun betulkah itu? Jangan-jangan semua rencana, instruksi, dan niat-niatan kita yang terlihat tulus itu sebenarnya hanya wahana bagi kita untuk aktualisasi ego kita yang selalu ingin mengendalikan, membentuk, dan menguasai orang lain, yang dalam konteks kita kali ini adalah anak.

Sejujurnya, saya sangat bersyukur dengan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan praktik-praktik tentang pengasuhan atau pun pendidikan anak pada tahun tahun ini. Banyak ide yang sudah berpihak pada anak seperti sekolah inklusi, kota ramah anak, aplikasi anak dll,, sangat banyak sekali. Ide-ide tersebut pada implementasinya membutuhkan ketulusan dan kesungguhan untuk benar-benar membuat sebuah lingkungan yang berpikiran berbasis kebutuhan atau hak anak. Momen menjadi seorang pendidik, adalah sebuah tantangan untuk kita mengetes idealisme kita tentang pendidikan yang berbasis pada kemampuan anak perindividu atau akhirnya kita akan menjadi pendidik yang hanya memaksakan suatu pakem sosial, penyeragaman anak-anak dalam satu model yang menurut kita sempurna? Ya setidaknya itulah yang saya rasakan dan membuat saya gelisah.

ktar.com

Hingga pada suatu kesempatan saya berkenalan dengan Arnold Gessell dalam sebuah buku Teori Perkembangan. Dia memang tidak seterkenal Ilmuwan lain seperti Freud, Montessori, Maslow, dan lainnya. Namun, pokok-pokok pemikirannya yang saya tangkap cukup sederhana membuat saya mundur beberapa langkah untuk kembali menata hati dan niat dalam mendidik anak-anak. Pemikiran yang membawa pada pertanyaan “Bisakah kita menghargai anak-anak kita dengan memberi kesempatan anak-anak melakukan sendiri apa saja yang bisa membuat mereka bertumbuh?”

Siapa Arnold Gessell?
schoolworkhelper.net

Dokter Bayi, itulah sebutan yang diterima oleh Arnold Gessell (1880-1961). Laki-laki yang tumbuh besar di Alma, Wincounsin, sebuah kota kecil di Sungai Mississippi atas ini telah secara habis-habisan mempelajari perkembangan anak-anak melalui observasi. Bahkan untuk meningkatkan pengetahuannya mengenai proses-proses fisiologis yang melandasi perkambangan tersebut dia kuliah kedokteran pada usia 30 tahun. Padahal saat itu dia telah menyandang gelar Phd dan Psikolog yang sukses. Pada usia 50 tahun Gessell terlibat dalam penelitian tentang perkembangan neuro motorik bayi dan anak-anak bersama dengan koleganya di Yale Clinic of Child Development. Gessell mengembangkan tes kecerdasan bayi untuk pertama kalinya dan juga peneliti pertama yang menggunakan film untuk observasi. Jadi memang Gessell ini sangat semangat dan sungguh-sungguh dalam niatannya memahami anak-anak. Lantas seperti apa konsep Gessell tentang anak-anak?

Konsep Kematangan
Pada tulisan saya sebelumnya Tahap Perkembangan Ala Rousseau telah dijelaskan bahwa tingkah laku dituntun oleh rencana batiniah dan sesuai time line Sang Alam. Hal tersebut sering dikenal dengan konsep kematangan biologis. Arnold Gessell adalah salah satu peneliti yang sangat bersemangat mempelajari konsep dari Rousseau ini. Gessell menyebutkan bahwa tumbuh kembang anak ditentukan oleh dua faktor.
1. Anak adalah produk dari lingkungannya
2. Fundament yang paling penting adalah keyakinan Gessell bahwa perkembangan anak berasal dari dalam, yaitu dari aksi gen-gen di tubuhnya. Hal tersebut dikenal dengan konsep kematangan.

Gessell mengamati bahwa semua proses perkembangan terjadi dalam urutan proses tertentu yang tidak pernah terbalik. Contohnya:
A. Jantung selalu menjadi organ yang pertama berkembang dan berfungsi
B. Setelah jantung yang berkembang adalah otak dan saraf tulang belakang.
C. Setelah itu bagian lain yaitu tangan dan kaki mulai terbentuk
D. Proses urutan itu juga terjadi setelah bayi lahir, yaitu kepala berkembang lebih dahulu. Sehingga kadang kepala bayi terlihat lebih besar daripada proporsinya dgn kaki dan tangan.
E. Anggota badan yang dieksplore pertama kali oleh bayi juga berasal dari kepala yaitu mata, mulut, lidah.
F. Baru kemudian mereka mulai menggerakan kaki dan tangan mereka.

sutori.com


Kecenderungan pertumbuhan dari kepala menuju kaki ini disebut dengan chepalocaudal.Berbagai urutan perkembangan ini terjadi berurutan atau bergiliran sesuai dengan pertumbuhan sistem saraf. Nah anak-anak memiliki tingkat perkembangan yang berbeda-beda, sehingga kecepatan pertumbuhannya pun berbeda-beda. Namun, prinsipnya sama yaitu perkembangan anak pasti ada urutan pakemnya yang dikendalikan oleh mekanisme genetik mereka.

Saat bayi lahir ke dunia bayi memasuki alam yang berbeda jenisnya dengan saat di dalam kandungan. Dunia luar adalah dunia yang penuh intervensi dan standar-standar yang harus bayi penuhi bahkan sejak dia masih sangat kecil. Sebagai contoh sederhana, saat bayi lahir orang akan mulai mengomentari berat badan yang kecil, kulit yang warna dan kehalusannya berbeda, tangisan yang lain dari yang lain. Dan intervensi lingkungan orang dewasa itu terus berkembang sepanjang hayat si bayi hingga dewasa. Why don’t, we have a space for the baby to accept him as the way he are? Secara naluriah rasanya memang kita sulit menerima bayi-bayi ini apa adanya dengan kegembiraan. Of course its okay to be worry of something that maybe wrong with the baby, but please have a time to respect them and have a hopefull heart to care with their lack. Bahkan jika ada bayi yang memiliki kekurangan pun, berhentilah menjudge bahwa dia akan menderita ke depannya. Pakailah hati yang penuh harapan. Sebab bisa saja kematangan biologis tiap anak berbeda.

anaksehatsllu.blogspot.com


It doesnt make sense if we say a baby is abnormal because they just have a little lateness of their skill to walk. Selama itu tidak terlalu jauh dari jadwal perkembangannya, kita tidak perlu menuntut bayi ini untuk segera bisa melakukan banyak hal. Misalkan seorang bayi 3 bulan belum bisa tengkurap jangan langsung judge dia dan memasang perasaan khawatir berlebihan. Just give him a time. Beri dia waktu untuk menyiapkan semua perkembangan fisiknya. Pada momen yang tepat mereka akan sanggup melakukan tugas menurut desakan-desakan dalam dirinya. Sebelum momen itu tiba, pengajaran sekecil apapun malah bisa menciptakan ketegangan antara bayi dan pengasuh.

Berbagai contoh pola-pola urutan alami perkembangan anak
1. Duduk sebelum berdiri
2. Mengoceh sebelum berbicara
3. Mengarang-ngarang sebelum mengatakan kebenaran
4. Menggambar lingkaran sebelum menggambar kotak
5. Egois sebelum altruis (peduli)
6. Bergantung pada orang lain sebelum mandiri.
7. Menggenggam dadu dengan tangannya sebelum menjumput dengan jarinya.
Berbagai hal di atas Gesseil yakini berkembang sesuai dengan kematangan biologis seperti perkembangan otot, hormon, dll.
Apa yang ingin saya sampaikan adalah bahwa jika anak kita, anak anda, belum bisa melakukan sesuatu yang anda inginkan yang anda anggap normal dan wajar bagi anak seusianya, janganlag terburu-buru pesimis apalagi memarahi dan melabeli anak kita tidak mampu atau nakal. They need a time to adapt with this strange and complex world.

Beberapa tips pengasuhan berbasis teori kematangan biologis Arnold Gessell:
1. Buanglah jauh-jauh pandangan bahwa perkembangan anak semata-mata bergantung kepada cara kita mendidik mereka, sehingga kita berpikir jangan sampai buang-buang waktu.
2. Berusahalah menghargai keajaiban pertumbuhan. Amati dan nikmatilah fakta bahwa setiap minggu dan setiap bulan membawa perkembangan baru bagi mereka.
3. Hargailah ketidakdewasaanya. Antisipasilah fakta bahwa dia ingin, seperti anak-anak pada umumnya, kebutuhan untuk merangkak sebelum berjalan, mengekspresikan diri dengan kata tunggal sebelum bicara dengan kalimat.
4. Cobalah menghindari berpikir dalam sudut pandang apa yang akan terjadi kemudian . nikmatilah, dan biarkanlah anak-anak menikmati juga setiap tahapan yang dicapainya sebelum melangkah ke tahapan yang lebih besar.

juniorimprint.com

Menurut saya pribadi dan saya yakin, daripada kita menuntut anak untuk ini itu, mematuhi berbagai perintah, jauh jauh jauh lebih penting untuk memfasilitasi perkembangannya dengan cara,
1. memenuhi nutrisi fisiknya,
2. menjadi figur yang menerima dia apa adanya,
3. mengenalkan berbagai hal daripada menyuruh dia melakukan sesuatu yang tunggal spesifik,
4. Memberi lingkungan yang aman dari berbagai potensi kecemasan fisik dan psikologis seperti hindari pertengkaran orang tua, ciptakan lingkungan bersih, buat suasana keluarga yang komunikatif, terbuka dan menerima segala kekurangan dan kelebihan anak.
5. Daripada berpikir apa yang anak kita hebat, apa yang anak kita lebih hebat dari pada anak yang lain, apa yang membanggakan dari anak kita, pertama-tama berpikirlah apa yang sudah kita berikan untuk mereka? Tepatkah yang kita berikan ke anak-anak kita?

Bagaimana? Apakah kita siap akan kerendahan hati untuk menghargai anak kita? Ketidakpatuhannya? Kelambatannya? Kemanjaannya? Lets try and see

Inspired from:
1. Teori Perkembangan, William Craine. Pustaka Pelajar.
2. Pengalaman saya sebagai anak, orang tua, dan pendidik di sebuah sekolah inklusi
need discussion? please contact me nurululfahpujilestari@gmail.com 




Sabtu, 07 September 2019

Challanging Moment: Simple Thing, Big Effort, Great Meaning

Collage of my experience in inclusive school

Pengalaman sederhana dan penuh makna di Sekolah Inklusi


sumber gambar : latonyawilkins.com


“Saya percaya bahwa seorang guru yang penuh kasih adalah salah satu kekuatan yang paling hebat dan positif yang ada di lingkungan masyarakat”
J. David Smith

Menjadi seorang guru adalah hal yang luar biasa menantang dan hal yang penuh dengan ribuan-jutaan pengalaman yang nyaris baru setiap hari. Berbagai metode pembelajaran, rencana pembelajaran, dan persiapan-persiapan lain yang guru lakukan bagi sebuah kelas akan direspon secara berbeda oleh setiap anak. Sekali lagi, individual differences, perbedaan individual, adalah hal yang mutlak dan tak mungkin dapat diabaikan dalam proses kita mengelola sebuah kelas. Betapapun secara sengaja atau pun tak sengaja kita menutup mata terhadap perbedaan tiap anak, dengan segera kita akan kembali tersadar oleh tingkah-tingkah orisinil mereka yang seakan-akan telah menjadi bagian dari keajaiban semesta.

Dalam sebuah kelas, yang katakanlah tidak inklusif, yang hanya menerima anak “non abk”, tetap ditemui bermacam perbedaan antar individu yang tentunya saling sangkut dengan hasil prestasi akademis. Di mana kita secara awam memahami bahwa prestasi akademis lah yang telah menjadi hipnoter utama dalam pusaran pembelajaran kita. Semua perilaku, usaha, dan pengetahuan seakan harus bisa dikonversikan menjadi “prestasi akademis”.

Di sekolah inklusi, hal semacam “prestasi akademis” adalah hal yang berbeda, paling tidak itulah yang saya temui di tempat saya bekerja. Bukan berarti sekolah hanya berisi segala sesuatu yang penting fun atau senang dan sama sekali tidak memiliki target akademis. Di sekolah ini saya melihat pentingnya penekanan pada perilaku/ behaviour dan sikap/attitude. Hal konkrit terkait itu yang saya lihat contohnya adalah:


a. Pembiasaan sikap bertanggung jawab dari yang paling sederhana.

Hal ini seperti: menaruh botol, tas, dan perlengkapan belajar pada rak-rak yang berbeda satu sama lain. Percayalah hal itu memang terdengar mudah dan sederhana. Namun, ada saja anak-anak yang lupa atau sengaja tidak menaruh sesuatu sesuai dengan tempatnya. Kata kunci di sini adalah “kesadaran untuk bertanggung jawab”.


                                                   sumber gambar: dekoruma.com



b. Pembiasaan mengkomunikasikan masalah.

 saat anak-anak bermain dengan teman-temannya akan seringkali terjadi masalah antar mereka sendiri. Guru di sini tidak menekankan “Kamu yang salah, dan ini hukuman mu!” Guru akan mencari keterangan dari pihak-pihak yang terlibat sampai guru betul-betul mendapat benang merahnya. Sambil guru mencari keterangan dengan bertanya pada anak tentang apa yang sesungguhnya terjadi, anak jadi terbiasa untuk membicarakan masalah dan mencari solusinya, bukannya menyembunyikan masalah yang belum terselesaikan. Kata kuncinya adalah “komunikasi” dan “problem solving”.


                                                  sumber gambar: healthychildren.org

c. Pembiasaan sikap saling menghargai dalam berkomunikasi.

Perilaku ini dilatih mulai dari yang paling sederhana: mendengarkan saat orang lain berbicara. Secara sederhana di sekolah ini anak-anak sudah melewati fase “ayo berani lah berpendapat”. Mereka selalu aktif berbicara dan selalu ingin menyampaikan pendapatnya. Sehingga yang perlu ditumbuhkan adalah a). Angkat tangan jika ingin berpendapat dan tunggu hingga ditunjuk, b). Berbicara bergantian, c). mendengarkan orang lain yang sedang berbicara. Percayalah sekali lagi kepadaku ini adalah hal sederhana yang terkadang tidak mudah dan cepat dibiasakan. XD. Kata kunci di sini adalah “Hargai ide temanmu”

                                                  sumber gambar: shutterstock.com

d. Pembiasaan sikap menghargai perbedaan.

Pada dasarnya jika kita mau betul-betul menghargai keindividualitasan setiap orang/anak. Maka bisa kita sebut semua sekolah harusnya inklusi. Semua sekolah harusnya menghargai dan mengembangkan dengan tulus kemampuan setiap anak. Baik yang akademis bagus atau tidak, patuh atau tidak patuh, sering bolos atau tidak. Saya membayangkan semua sekolah adalah sekolah dengan guru-guru yang tidak hobi melabeli anak dengan sebutan pintar, tidak pintar, unggulan, tidak unggulan dll. Di sekolah inklusi yang saya temui, perkembangan betul-betul diusahakan untuk dilihat, dilaporkan dan diasah per individu. Hal itu bisa berwujud dengan membuat soal-soal yang sesuai dengan pencapaian anak. Bisa juga dengan membuat jenis ujian yang sifatnya terbuka seperti lisan, praktik, atau project yang bebas untuk berkarya sesuai kemampuan dan kreativitas anak.
Di sekolah inklusi kesadaran terhadap perbedaan benar-benar harus menyeluruh mulai dari perbedaan abk non abk, perbedaan agama, perbedaan ras dan suku, perbedaan sosial ekonomi, perbedaan kemampuan akademis dll. Di sini sebelum guru mencoba menanamkan sifat menghargai perbedaan itu, maka sudah menjadi keharusan bahwa guru juga harus mempunyai sifat menghargai terlebih dahulu. Kata kuncinya adalah menyadari, menerima dan mengembangkan berbagai kemampuan yang berbeda ke arah yang positif”.

                                                sumber gambar : shutterstock.com


Saya kira itu sikap dan perilaku perilaku dasar yang ditanamkan mulai dari kelas bawah (1,2) dan kelas atas. Sedangkan untuk metode pembelajaran tentunya membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan. Apalagi bagi guru yang menghandle kelas dengan murid yang sangat bervariasi jenis kebutuhan khususnya. Nah, mengenai cara menghandle atau menyiapkan kelas yang memiliki variasi kemampuan yang signifikan (misal dalam satu kelas ada abk atau abk dengan kemampuan berbeda-beda) saya akan bahas dalam review buku : Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran karya J David SMith. 

Sabtu, 17 Agustus 2019

Family Corner: 3 KEMISKINAN Ini akan Membuat Tumbuh Kembang Anak Terganggu



Bayi dan anak yang diabaikan dan tidak cukup mendapatkan jamahan kemanusiaan serta pengakuan wajar, akan menderita secara mental dan mengalami kemunduran fisik, bahkan kemunduran itu bisa sampai titik akhir berupa kematian.
Dr. Limas Susanto, Psikiater


sumber gambar: oborberkat.com

Hello Good Morning semua parents dan semua penyayang anak yang telah tersasar ke blog ini. Setiap dari kita pasti ingin anak kita menjadi anak yang sehat dan cerdas. Namun, keinginan saja tidak cukup. Harus ada usaha-usaha yang ditempuh untuk memberikan lingkungan yang penuh “sumber untuk tumbuh kembang”. Usaha-usaha tersebut bisa saja mudah, sulit, dan sangat sulit sekali. Apalagi di zaman yang serba cepat dan penuh tuntutan ini, mungkin saja secara sadar atau tidak sadar kita bukannya memberikan lingkungan yang mendorong anak  ke arah tumbuh kembang yang baik. Namun, malah sebaliknya kita sibuk dengan tuntutan pekerjaan atau tuntutan lingkungan sosial sehingga kita lupa pada eksistensi anak kita.

            “Lupa” pada eksistensi anak akan menyebabkan “kemiskinan” pada anak. Menurut Psikiater dr Limas Susanto ada tiga kemiskinan yang akan mengganggu tumbuh kembang anak. “Kemiskinan” ini tidak hanya mengganggu saat anak-anak berada di usia bayi atau balita, tetapi juga akan terbawa hingga perkembangan tahap dewasa. Karena bagaimanapun pembentukan karakter pada anak dimulai sejak dini. Apa saja 3 kemiskinan tersebut mari kita cek:

       1.      Kemiskinan Jamahan Kemanusiaan


sumber gambar: libmagz.com

Bayi adalah makhluk yang membutuhkan sentuhan manusia (human touch). Saat bayi terlahir ke dunia dia merasa seorang diri. Sebab sebelumnya dia tinggal di dunia rahim dan dunia luar adalah dunia yang luar biasa baru baginya. Bayi akan menangis dan akan berangsur mereda tangisannya dengan pelukan, timangan, gendongan, nyanyian, dll yang bersumber dari orang terdekat yang biasanya adalah ibunya. Namun, pemberian human touch ini tentu tidak berhenti di sini saja saat anak bayi. Namun berlangsung terus seiring tambahnya usia anak tentunya dengan modifikasi perlakuan. Modifikasi perlakuan maksudnya saat anak bayi kita bisa menggendongnya, saat anak mulai masuk usia sekolah tentu kita tidak lagi menggendongnya namun berubah dengan pelukan untuk memberi ketenangan.
Agar lebih mudah dan aplikatif berikut telah coba saya tuliskan beberapa point yang menjadi pemicu terjadinya “kemiskinan jamahan kemanusiaan” pada anak:

a.       Baby Blues yang tidak dikelola dengan baik

sumber gambar: thestar.com

Baby Blues adalah sebuah kondisi di mana ibu yang baru melahirkan merasa sedih, bingung, khawatir dengan kondisi barunya. Ibu merasa takut tidak bisa mengasuh anak dengan baik, merasa sendirian dalam mengasuh anak, dan secara tidak sadar saat anak rewel atau muntah akan membentak anak. Baby blues bisa ditangani dengan baik asal ada dukungan yang tulus dari keluarga terdekat. Baby blues yang tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan ibu mengalami depresi pasca melahirkan. Depresi pasca melahirkan akan membuat ibu dan bayi memiliki ikatan yang buruk dan akan membuat anak merasa tidak nyaman dan tidak aman.
Nah untuk mencegah depresi ini hendaknya kita sebagai ibu selalu tenang, percaya diri, menyempatkan diri untuk rileks dan mengapresiasi diri serta tidak perlu malu untuk minta bantuan pada orang terdekat dalam pengasuhan anak kita jika memang diperlukan.

b.      Penggunaan gadget yang berlebihan


sumber gambar: haibunda.com

Gadget yaitu handphone atau tablet sangat massif penggunaannya saat ini. Anak cenderung tenang saat diberi gadget. Namun juga sebaliknya saat anak jauh dari gadget anak akan menjadi gampang rewel, bad mood bahkan bisa jadi tantrum. Gadget saat ini memang tak bisa lepas dari kehidupan kita. Banyak fitur yang ditujukan untuk anak sehingga anak tidak kunjung merasa bosan karena teramat banyak hal yang bisa dicoba dan dicoba. Padahal gadget ini memiliki hal buruk juga yang bisa merugikan anak, seperti sinar yang bisa merusak mata, radiasi sinyal yang tidak baik bagi tubuh bahkan menurut penelitian terakhir anak bisa mengalami terlambat bicara atau speech delay jika terlalu sering menggunakan hp. Dan yang paling penting adalah kita sebagai orang tua jadi kebablasan. Melihat anak yang anteng dengan gadget kita jadi asyik dengan dunia kita sendiri dan menganggap anak tidak perlu diperhatikan atau diberi sentuhan kemanusiaan tadi.

      2.      Kemiskinan Pengakuan Wajar

sumber gambar: nakita.grid.id

Pengakuan wajar adalah hal yang mendasar juga bagi anak. Pengakuan wajar ini bisa diberikan dalam bentuk ucapan yang mengkonfirmasi bahwa dia anak kita, kita orang tuanya. Bisa dalam bentuk diajak dalam aktivitas yang melibatkan interaksi kesalingan seperti bermain bersama, bercanda, berfoto, telfon saat ada dalam kondiri jarak jauh, dan memberi hadiah. Pengakuan wajar juga bisa berbentuk apresiasi berupa tepuk tangan, ucapan selamat hingga memberi hadiah spesial saat anak melakukan keberhasilan-keberhasilan tertentu. Tentunya pemberian apresiasi ini tidak perlu berlebihan karena jika terlalu berlebihan akan membuat anak bergantung pada pemberian hadiah dalam melakukan sesuatu.
Anak-anak yang tidak mendapat pengakuan wajar kemugkinan akan memiliki rasa percaya diri yang rendah, harga diri yang rendah, dan sulit untuk mencintai atau menerima diri sendiri. Bagaimana dia bisa menerima dirinya sendiri saat orang terdekatnya tidak bisa menerimanya?

    3.      Kemiskinan Nutrisi

sumber gambar: nomnom.co.id

Nutrisi adalah hal yang mendasar bagi pertumbuhan fisik anak. Hal itu sangat jelas karena bayi akan mengalami berbagai pertumbuhan yang pesat di seluruh bagian tubuhnya terutama otak yang menjadi pusat koordinasi tubuh. Pemenuhan nutrisi ini juga mutlak diberikan bahkan sejak anak dalam kandungan. Pemberian nutrisi ini juga perlu untuk mencegah stunting (klik untuk baca tentang stunting) yang saat ini tengah menjadi isu penting juga di Indonesia. Stunting akan menyebabkan banyak kerugian pada anak hingga di masa dewasa. Nutrisi yang paling penting bagi anak terutama adalah ASI. Pemberian ASI tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi tetapi juga memenuhi kebutuhan akan sentuhan kemanusiaan dan pengakuan wajar. Pengurangan junkfood dan peningkatan konsumsi buah, sayur, dan daging adalah hal yang patut dibiasakan untuk mencapai tumbuh kembang yang baik.

Terinspirasi dari buku Menepis Hambatan Tumbuh Kembang Anak, terbitan Pustaka Familia.

Refleksi Pelatihan Guru Merdeka Belajar

Refleksi Pelatihan Guru Merdeka Belajar                                                                         picture: wmnf.org ...