Sabtu, 17 Agustus 2019

Family Corner: 3 KEMISKINAN Ini akan Membuat Tumbuh Kembang Anak Terganggu



Bayi dan anak yang diabaikan dan tidak cukup mendapatkan jamahan kemanusiaan serta pengakuan wajar, akan menderita secara mental dan mengalami kemunduran fisik, bahkan kemunduran itu bisa sampai titik akhir berupa kematian.
Dr. Limas Susanto, Psikiater


sumber gambar: oborberkat.com

Hello Good Morning semua parents dan semua penyayang anak yang telah tersasar ke blog ini. Setiap dari kita pasti ingin anak kita menjadi anak yang sehat dan cerdas. Namun, keinginan saja tidak cukup. Harus ada usaha-usaha yang ditempuh untuk memberikan lingkungan yang penuh “sumber untuk tumbuh kembang”. Usaha-usaha tersebut bisa saja mudah, sulit, dan sangat sulit sekali. Apalagi di zaman yang serba cepat dan penuh tuntutan ini, mungkin saja secara sadar atau tidak sadar kita bukannya memberikan lingkungan yang mendorong anak  ke arah tumbuh kembang yang baik. Namun, malah sebaliknya kita sibuk dengan tuntutan pekerjaan atau tuntutan lingkungan sosial sehingga kita lupa pada eksistensi anak kita.

            “Lupa” pada eksistensi anak akan menyebabkan “kemiskinan” pada anak. Menurut Psikiater dr Limas Susanto ada tiga kemiskinan yang akan mengganggu tumbuh kembang anak. “Kemiskinan” ini tidak hanya mengganggu saat anak-anak berada di usia bayi atau balita, tetapi juga akan terbawa hingga perkembangan tahap dewasa. Karena bagaimanapun pembentukan karakter pada anak dimulai sejak dini. Apa saja 3 kemiskinan tersebut mari kita cek:

       1.      Kemiskinan Jamahan Kemanusiaan


sumber gambar: libmagz.com

Bayi adalah makhluk yang membutuhkan sentuhan manusia (human touch). Saat bayi terlahir ke dunia dia merasa seorang diri. Sebab sebelumnya dia tinggal di dunia rahim dan dunia luar adalah dunia yang luar biasa baru baginya. Bayi akan menangis dan akan berangsur mereda tangisannya dengan pelukan, timangan, gendongan, nyanyian, dll yang bersumber dari orang terdekat yang biasanya adalah ibunya. Namun, pemberian human touch ini tentu tidak berhenti di sini saja saat anak bayi. Namun berlangsung terus seiring tambahnya usia anak tentunya dengan modifikasi perlakuan. Modifikasi perlakuan maksudnya saat anak bayi kita bisa menggendongnya, saat anak mulai masuk usia sekolah tentu kita tidak lagi menggendongnya namun berubah dengan pelukan untuk memberi ketenangan.
Agar lebih mudah dan aplikatif berikut telah coba saya tuliskan beberapa point yang menjadi pemicu terjadinya “kemiskinan jamahan kemanusiaan” pada anak:

a.       Baby Blues yang tidak dikelola dengan baik

sumber gambar: thestar.com

Baby Blues adalah sebuah kondisi di mana ibu yang baru melahirkan merasa sedih, bingung, khawatir dengan kondisi barunya. Ibu merasa takut tidak bisa mengasuh anak dengan baik, merasa sendirian dalam mengasuh anak, dan secara tidak sadar saat anak rewel atau muntah akan membentak anak. Baby blues bisa ditangani dengan baik asal ada dukungan yang tulus dari keluarga terdekat. Baby blues yang tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan ibu mengalami depresi pasca melahirkan. Depresi pasca melahirkan akan membuat ibu dan bayi memiliki ikatan yang buruk dan akan membuat anak merasa tidak nyaman dan tidak aman.
Nah untuk mencegah depresi ini hendaknya kita sebagai ibu selalu tenang, percaya diri, menyempatkan diri untuk rileks dan mengapresiasi diri serta tidak perlu malu untuk minta bantuan pada orang terdekat dalam pengasuhan anak kita jika memang diperlukan.

b.      Penggunaan gadget yang berlebihan


sumber gambar: haibunda.com

Gadget yaitu handphone atau tablet sangat massif penggunaannya saat ini. Anak cenderung tenang saat diberi gadget. Namun juga sebaliknya saat anak jauh dari gadget anak akan menjadi gampang rewel, bad mood bahkan bisa jadi tantrum. Gadget saat ini memang tak bisa lepas dari kehidupan kita. Banyak fitur yang ditujukan untuk anak sehingga anak tidak kunjung merasa bosan karena teramat banyak hal yang bisa dicoba dan dicoba. Padahal gadget ini memiliki hal buruk juga yang bisa merugikan anak, seperti sinar yang bisa merusak mata, radiasi sinyal yang tidak baik bagi tubuh bahkan menurut penelitian terakhir anak bisa mengalami terlambat bicara atau speech delay jika terlalu sering menggunakan hp. Dan yang paling penting adalah kita sebagai orang tua jadi kebablasan. Melihat anak yang anteng dengan gadget kita jadi asyik dengan dunia kita sendiri dan menganggap anak tidak perlu diperhatikan atau diberi sentuhan kemanusiaan tadi.

      2.      Kemiskinan Pengakuan Wajar

sumber gambar: nakita.grid.id

Pengakuan wajar adalah hal yang mendasar juga bagi anak. Pengakuan wajar ini bisa diberikan dalam bentuk ucapan yang mengkonfirmasi bahwa dia anak kita, kita orang tuanya. Bisa dalam bentuk diajak dalam aktivitas yang melibatkan interaksi kesalingan seperti bermain bersama, bercanda, berfoto, telfon saat ada dalam kondiri jarak jauh, dan memberi hadiah. Pengakuan wajar juga bisa berbentuk apresiasi berupa tepuk tangan, ucapan selamat hingga memberi hadiah spesial saat anak melakukan keberhasilan-keberhasilan tertentu. Tentunya pemberian apresiasi ini tidak perlu berlebihan karena jika terlalu berlebihan akan membuat anak bergantung pada pemberian hadiah dalam melakukan sesuatu.
Anak-anak yang tidak mendapat pengakuan wajar kemugkinan akan memiliki rasa percaya diri yang rendah, harga diri yang rendah, dan sulit untuk mencintai atau menerima diri sendiri. Bagaimana dia bisa menerima dirinya sendiri saat orang terdekatnya tidak bisa menerimanya?

    3.      Kemiskinan Nutrisi

sumber gambar: nomnom.co.id

Nutrisi adalah hal yang mendasar bagi pertumbuhan fisik anak. Hal itu sangat jelas karena bayi akan mengalami berbagai pertumbuhan yang pesat di seluruh bagian tubuhnya terutama otak yang menjadi pusat koordinasi tubuh. Pemenuhan nutrisi ini juga mutlak diberikan bahkan sejak anak dalam kandungan. Pemberian nutrisi ini juga perlu untuk mencegah stunting (klik untuk baca tentang stunting) yang saat ini tengah menjadi isu penting juga di Indonesia. Stunting akan menyebabkan banyak kerugian pada anak hingga di masa dewasa. Nutrisi yang paling penting bagi anak terutama adalah ASI. Pemberian ASI tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi tetapi juga memenuhi kebutuhan akan sentuhan kemanusiaan dan pengakuan wajar. Pengurangan junkfood dan peningkatan konsumsi buah, sayur, dan daging adalah hal yang patut dibiasakan untuk mencapai tumbuh kembang yang baik.

Terinspirasi dari buku Menepis Hambatan Tumbuh Kembang Anak, terbitan Pustaka Familia.

Senin, 05 Agustus 2019

Menanam Harapan pada Sekolah Inklusi




Hay! Apakah yang terlintas di pikiranmu saat mendengar kata inklusi? Tentang sekolah? SLB? Anak dengan disabilitas? Sekolah yang mahal? Untuk menambah wawasan teman-teman tentang inklusi berikut akan aku share pengalamanku selama terlibat dalam berbagai kegiatan inklusi kurang lebih selama 8 bulan terakhir ini. Pengalamanku akan aku jabarkan dalam beberapa point-point berikut agar gambaran yang didapatkan lebih jelas. Point-point ini menjelaskan tentang apa saja inspirasi, harapan, pengalaman, dan keunikan-keunikan yang aku temui selama ini. Ok Check this out!


sumber gambar : utakatikotak.com


1.      Kelas-kelas yang HIDUP dan BAHAGIA
Di sekolah inklusi yang aku temui kelas-kelas bukan hanya tempat untuk menerima dan menampung ilmu pengetahuan yang diberikan guru. Kelas-kelas di sana adalah sebuah media untuk menampilkan berbagai ekspresi anak-anak. Berbagai karya anak-anak dipajang di tembok-tembok dan disusun sedemikian rupa sehingga ruangan terasa nyaman dan membangkitkan semangat akan kesenangan belajar. Penuh warna, gambar-gambar anak-anak yang sangat natural. Kelas-kelas tersebut harapannya mampu menjadi salah satu cara bagaimana pendidikan bisa membimbing anak dengan kebahagiaan menuju karakter dan potensinya sendiri-sendiri. Bukan kelas yang terkesan formal, kaku, disiplin yang dipaksakan, penuh hukuman, dan persaingan siswa satu sama lain. Kelas di sana adalah kelas yang menjadi ruang ekspresi, menyenangkan, saling menghargai kemampuan satu sama lain, demokratis, menumbuhkan kebahagiaan dan semangat untuk hidup yang lebih cerah.

sumber gambar: 123rf.com

2.      Anak-anak adalah SESEORANG bukan SEKELOMPOK
Saat aku pertama kali masuk ke kelas di sekolah inklusi ini, pikiranku terseret dalam pengalaman masa laluku. Saat aku sd sekelasku ada 40an anak dengan satu guru saja. Luar biasa banget donk. Untungnya aku anak yang saat itu cukup encer otaknya jadi gak diperhatikan guru pun gak masalah. Sementara teman-temanku yang kesulitan dalam memahami pelajaran semakin ketinggalan pelajaran karena ya gimana yaa.. sangat sulit sekali membagi perhatian 1 orang untuk 40 anak-anak yang super unik. Di kelas-kelas sekolah inklusi yang aku temui, setiap kelas selalu memiliki minimal 2 orang guru dengan jumlah murid maksimal 20 atau 22 anak. Ya beda banget kan? Jadi di sekolah inklusi ini para guru bisa memiliki waktu, perhatian dan tenaga yang lebih untuk memperhatikan perkembangan tiap-tiap anak dan membantu anak-anak berkembang sesuai tahap kemampuannya. Harapannya, jika anak-anak terperhatikan secara individu, tidak ada lagi pola pikir yang menyeragamkan kemampuan semua anak. Pada kenyataannya memang kemampuan anak-anak berbeda satu sama lain dan membutuhkan metode pengajaran yang berbeda pula. Atau paling tidak perhatian yang cukup untuk tiap-tiap anak.

sumber gambar: advancementcourses.com

3.      Pengajar yang KREATIF dan MENGHARGAI ANAK
Bagaimana agar anak tertarik dengan kegiatan belajar dan juga memahami materi yang disampaikan? Memang semua membutuhkan effort, usaha yang disertai ketulusan. Di kelas-kelas inklusi yang aku temui guru bukan hanya seseorang yang membacakan materi atau menilai kebenaran dan kesalahan anak-anak. Guru di sini juga bertindak sebagai seorang entertainer. Kenapa entertainer? Ya karena guru berusaha dengan berbagai cara agar mereka menjadi pusat perhatian dan mampu membuat anak senang akan belajar. Guru memberikan pengalaman yang menyenangkan bahkan menghibur. Sehingga sekolah bisa menjadi sebuah desain pusat kegembiraan, bukan menjadi tempat munculnya kenangan-kenangan buruk karena gagal atau malu. Agar suasana seperti itu bisa terwujud membutuhkan tidak hanya KeKREATIFan, tapi juga bagaimana guru menghargai anak. Di kelas-kelas inklusi ini lah aku menemukan guru-guru yang menghargai anak. Contohnya saat anak lelah bisa diberikan kesempatan untuk break minum atau ke toilet. Guru juga memberi kesempatan anak untuk selalu menyampaikan pendapatnya (menghargai kemampuan berpikir anak). Peraturan-peraturan yang ada di kelas pun semua berdasar kesepakatan dengan anak. Mengajar tidak hanya tentang membacakan atau membicarakan materi tetapi tentang bagaimana membuat anak-anak memahaminya. Hal itu bisa tercapai jika guru dan murid membentuk komunikasi dua arah.


sumber gambar: thinkinclusive.us

4.      Tidak hanya MENGUMPULKAN anak dengan disabilitas dengan yang lain, tapi juga MENERIMA dan MEMBANTUNYA
Sekolah inklusi identik dengan dijadikan satunya antara anak dengan disabilitas dengan anak lain “tanpa disabilitas” untuk tidak menyebutnya dengan kata normal. Di sekolah-sekolah inklusi sebenarnya bukan hanya perkara menyatukan yang disabilitas dan non disabilitas (abk dan non abk). Namun, berbagai suku, agama, ras, kepercayaan, gaya hidup, ekonomi, daerah semuanya dibaurkan. Saat kita mengumpulkan banyak perbedaan tentunya tidak hanya semata mengumpulkan dan membiarkan semua terjadi secara “terserah”. Namun, saat kita berani mengumpulkan banyak perbedaan kita juga harus mampu dan mau MENERIMA nya. Dengan menerima maka baru lah kita bisa MEMBANTU. Berkumpulnya banyak individu dengan beragam perbedaan, saya kira bukanlah semata definisi atau pun goal dari inklusi. Namun, bagaimana kemudian sekolah ini mampu mengakomodir berbagai kebutuhan individu yang berbeda-beda. Ada yang kurang percaya diri butuh ditingkatkan kepercayaan dirinya, ada yang pendiam, ada yang terlalu aktif, ada yang “terlalu pintar”, ada yang kurang pintar, ada yang satu dan ada banyak yang lainnya. Nah, harapannya guru-guru dan tentu sistem di sekolah inklusi mampu menyediakan beragam cara, metode, dan model untuk memenuhi kebutuhan yang sangat luar biasa beragam ini. Sehingga satu sama lain akan saling menghargai dan terpenuhi betul haknya akan pendidikan.

sumber: naukrinama.com

5.      Menerima, menghargai, dan MERAYAKAN PERBEDAAN
Indonesia ini, sudah pasti, semuanya tahu kan? Sangat beragam masyarakatnya. Jadi kalau ada orang yang sangat anti terhadap perbedaan, aku jadi berpikir “sudah berapa lama sih dia hidup di negara ini?” Saat ini banyak sekali orang yang sangat reaktif alias nyinyir terhadap pihak yang berbeda dengannya. Satu agama, beda cara beribadah dan berpakaian, ribut! Satu suku, beda pilihan politik, ribut! Satu daerah, beda agama, ribut! Satu partai, beda tokoh panutan, ribut! Aih lucu deh pokoknya. Nah harapannya, dengan sekolah inklusi yang membiasakan anak-anak nyaris setiap hari hidup dengan beragam perbedaan, maka anak-anak ini akan tumbuh menjadi generasi yang Indonesia banget alias generasi yang nggak kagok menghadapi perbedaan, nggak alergi dengan orang yang beda pendapat, gaya, pemikiran dengannya. Agar lebih melihat apa yang SAMA daripada apa yang BEDA. Agar melihat apa yang bisa sama-sama kita KUMPULKAN daripada apa yang kita REBUTKAN. Agar melihat apa yang bisa sama-sama kita BANTU daripada apa yang bisa kita HAKIMI. Agar melihat apa yang bisa kita SYUKURI daripada apa yang kita KELUHKAN.

Menyenangkan sekali menulis tentang inklusi. Semoga nanti saya masih bisa share berbagai pengalaman lain tentang serba-serbi inklusi ini yaa..
Semangat bersatu padu untuk Indonesia Maju Indonesia Satu!




Refleksi Pelatihan Guru Merdeka Belajar

Refleksi Pelatihan Guru Merdeka Belajar                                                                         picture: wmnf.org ...