Senin, 05 Agustus 2019

Menanam Harapan pada Sekolah Inklusi




Hay! Apakah yang terlintas di pikiranmu saat mendengar kata inklusi? Tentang sekolah? SLB? Anak dengan disabilitas? Sekolah yang mahal? Untuk menambah wawasan teman-teman tentang inklusi berikut akan aku share pengalamanku selama terlibat dalam berbagai kegiatan inklusi kurang lebih selama 8 bulan terakhir ini. Pengalamanku akan aku jabarkan dalam beberapa point-point berikut agar gambaran yang didapatkan lebih jelas. Point-point ini menjelaskan tentang apa saja inspirasi, harapan, pengalaman, dan keunikan-keunikan yang aku temui selama ini. Ok Check this out!


sumber gambar : utakatikotak.com


1.      Kelas-kelas yang HIDUP dan BAHAGIA
Di sekolah inklusi yang aku temui kelas-kelas bukan hanya tempat untuk menerima dan menampung ilmu pengetahuan yang diberikan guru. Kelas-kelas di sana adalah sebuah media untuk menampilkan berbagai ekspresi anak-anak. Berbagai karya anak-anak dipajang di tembok-tembok dan disusun sedemikian rupa sehingga ruangan terasa nyaman dan membangkitkan semangat akan kesenangan belajar. Penuh warna, gambar-gambar anak-anak yang sangat natural. Kelas-kelas tersebut harapannya mampu menjadi salah satu cara bagaimana pendidikan bisa membimbing anak dengan kebahagiaan menuju karakter dan potensinya sendiri-sendiri. Bukan kelas yang terkesan formal, kaku, disiplin yang dipaksakan, penuh hukuman, dan persaingan siswa satu sama lain. Kelas di sana adalah kelas yang menjadi ruang ekspresi, menyenangkan, saling menghargai kemampuan satu sama lain, demokratis, menumbuhkan kebahagiaan dan semangat untuk hidup yang lebih cerah.

sumber gambar: 123rf.com

2.      Anak-anak adalah SESEORANG bukan SEKELOMPOK
Saat aku pertama kali masuk ke kelas di sekolah inklusi ini, pikiranku terseret dalam pengalaman masa laluku. Saat aku sd sekelasku ada 40an anak dengan satu guru saja. Luar biasa banget donk. Untungnya aku anak yang saat itu cukup encer otaknya jadi gak diperhatikan guru pun gak masalah. Sementara teman-temanku yang kesulitan dalam memahami pelajaran semakin ketinggalan pelajaran karena ya gimana yaa.. sangat sulit sekali membagi perhatian 1 orang untuk 40 anak-anak yang super unik. Di kelas-kelas sekolah inklusi yang aku temui, setiap kelas selalu memiliki minimal 2 orang guru dengan jumlah murid maksimal 20 atau 22 anak. Ya beda banget kan? Jadi di sekolah inklusi ini para guru bisa memiliki waktu, perhatian dan tenaga yang lebih untuk memperhatikan perkembangan tiap-tiap anak dan membantu anak-anak berkembang sesuai tahap kemampuannya. Harapannya, jika anak-anak terperhatikan secara individu, tidak ada lagi pola pikir yang menyeragamkan kemampuan semua anak. Pada kenyataannya memang kemampuan anak-anak berbeda satu sama lain dan membutuhkan metode pengajaran yang berbeda pula. Atau paling tidak perhatian yang cukup untuk tiap-tiap anak.

sumber gambar: advancementcourses.com

3.      Pengajar yang KREATIF dan MENGHARGAI ANAK
Bagaimana agar anak tertarik dengan kegiatan belajar dan juga memahami materi yang disampaikan? Memang semua membutuhkan effort, usaha yang disertai ketulusan. Di kelas-kelas inklusi yang aku temui guru bukan hanya seseorang yang membacakan materi atau menilai kebenaran dan kesalahan anak-anak. Guru di sini juga bertindak sebagai seorang entertainer. Kenapa entertainer? Ya karena guru berusaha dengan berbagai cara agar mereka menjadi pusat perhatian dan mampu membuat anak senang akan belajar. Guru memberikan pengalaman yang menyenangkan bahkan menghibur. Sehingga sekolah bisa menjadi sebuah desain pusat kegembiraan, bukan menjadi tempat munculnya kenangan-kenangan buruk karena gagal atau malu. Agar suasana seperti itu bisa terwujud membutuhkan tidak hanya KeKREATIFan, tapi juga bagaimana guru menghargai anak. Di kelas-kelas inklusi ini lah aku menemukan guru-guru yang menghargai anak. Contohnya saat anak lelah bisa diberikan kesempatan untuk break minum atau ke toilet. Guru juga memberi kesempatan anak untuk selalu menyampaikan pendapatnya (menghargai kemampuan berpikir anak). Peraturan-peraturan yang ada di kelas pun semua berdasar kesepakatan dengan anak. Mengajar tidak hanya tentang membacakan atau membicarakan materi tetapi tentang bagaimana membuat anak-anak memahaminya. Hal itu bisa tercapai jika guru dan murid membentuk komunikasi dua arah.


sumber gambar: thinkinclusive.us

4.      Tidak hanya MENGUMPULKAN anak dengan disabilitas dengan yang lain, tapi juga MENERIMA dan MEMBANTUNYA
Sekolah inklusi identik dengan dijadikan satunya antara anak dengan disabilitas dengan anak lain “tanpa disabilitas” untuk tidak menyebutnya dengan kata normal. Di sekolah-sekolah inklusi sebenarnya bukan hanya perkara menyatukan yang disabilitas dan non disabilitas (abk dan non abk). Namun, berbagai suku, agama, ras, kepercayaan, gaya hidup, ekonomi, daerah semuanya dibaurkan. Saat kita mengumpulkan banyak perbedaan tentunya tidak hanya semata mengumpulkan dan membiarkan semua terjadi secara “terserah”. Namun, saat kita berani mengumpulkan banyak perbedaan kita juga harus mampu dan mau MENERIMA nya. Dengan menerima maka baru lah kita bisa MEMBANTU. Berkumpulnya banyak individu dengan beragam perbedaan, saya kira bukanlah semata definisi atau pun goal dari inklusi. Namun, bagaimana kemudian sekolah ini mampu mengakomodir berbagai kebutuhan individu yang berbeda-beda. Ada yang kurang percaya diri butuh ditingkatkan kepercayaan dirinya, ada yang pendiam, ada yang terlalu aktif, ada yang “terlalu pintar”, ada yang kurang pintar, ada yang satu dan ada banyak yang lainnya. Nah, harapannya guru-guru dan tentu sistem di sekolah inklusi mampu menyediakan beragam cara, metode, dan model untuk memenuhi kebutuhan yang sangat luar biasa beragam ini. Sehingga satu sama lain akan saling menghargai dan terpenuhi betul haknya akan pendidikan.

sumber: naukrinama.com

5.      Menerima, menghargai, dan MERAYAKAN PERBEDAAN
Indonesia ini, sudah pasti, semuanya tahu kan? Sangat beragam masyarakatnya. Jadi kalau ada orang yang sangat anti terhadap perbedaan, aku jadi berpikir “sudah berapa lama sih dia hidup di negara ini?” Saat ini banyak sekali orang yang sangat reaktif alias nyinyir terhadap pihak yang berbeda dengannya. Satu agama, beda cara beribadah dan berpakaian, ribut! Satu suku, beda pilihan politik, ribut! Satu daerah, beda agama, ribut! Satu partai, beda tokoh panutan, ribut! Aih lucu deh pokoknya. Nah harapannya, dengan sekolah inklusi yang membiasakan anak-anak nyaris setiap hari hidup dengan beragam perbedaan, maka anak-anak ini akan tumbuh menjadi generasi yang Indonesia banget alias generasi yang nggak kagok menghadapi perbedaan, nggak alergi dengan orang yang beda pendapat, gaya, pemikiran dengannya. Agar lebih melihat apa yang SAMA daripada apa yang BEDA. Agar melihat apa yang bisa sama-sama kita KUMPULKAN daripada apa yang kita REBUTKAN. Agar melihat apa yang bisa sama-sama kita BANTU daripada apa yang bisa kita HAKIMI. Agar melihat apa yang bisa kita SYUKURI daripada apa yang kita KELUHKAN.

Menyenangkan sekali menulis tentang inklusi. Semoga nanti saya masih bisa share berbagai pengalaman lain tentang serba-serbi inklusi ini yaa..
Semangat bersatu padu untuk Indonesia Maju Indonesia Satu!




3 komentar:

  1. Saya belum tahu sebelumnya kalau ada 'sekolah inklusi'. Yang saya tahu ya SLB, atau pun sekolah umum biasa tapi ada beberapa kelas yang di dalamnya juga ada siswa spesial/inklusi.

    BalasHapus
  2. Selamat pagi Bunga Lompat sekolah inklusi saat ini sudah mulai bertambah jumlahnya di indonesia ada sekolah negeri pelaksana sistem inklusi ada juga sekolah swasta. Di sekolah inklusi anak berkebutuhan khusus bisa belajar bersama dengan anak lain. :)

    BalasHapus
  3. Sekolah inklusi, jadi inget waktu tes microteaching di salah satu sekolah inklusi swasta di kota Bontang. Sayangnya masih belum terasa maksimal seperti pemaparan di atas, 1 guru masih menghandle lebih dari 20 siswa. Semoga sekolah inklusi di Indonesia terus berbenah dan berkembang supaya tidak ada 'gap' antar individu mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika.

    BalasHapus

Refleksi Pelatihan Guru Merdeka Belajar

Refleksi Pelatihan Guru Merdeka Belajar                                                                         picture: wmnf.org ...