Sampah dan Amnesia Terima Kasih
Sampah adalah tema yang tak
lekang oleh masa. Sejak era sampah dapur alias kjokenmodinger pada zaman pra
sejarah hingga viralnya paus pemakan sampah yang meninggal dengan tragis.
Meninggalnya paus itu, memicu berbagai gerakan untuk mengurangi sampah, yang
seperti biasa, biasanya ya gerakan itu populer beberapa saat itu saja. Sesaat
kemudian manusia akan kembali pada kebiasaan asyiknya, membuang sampah
sembarangan, konsumtif, dan lain lain.
Sampah dalam Pikiran
Namun, masalah sampah apakah
hanya masalah asyik masyuk buang sampah sembarangan? Tidak juga. Apakah cukup
hanya dengan membuang sampah pada tempatnya saja kita layak menjadi ‘pahlawan
lingkungan’? Apakah cukup hanya dengan memproduksi atau menggunakan tas belanja
ramah lingkungan saja kita menjadi ‘sosialita go green’? Banyak sekali
kan hal-hal yang sungguh remeh yang kita lakukan hanya sekali dua kali yang
membuat kita sudah berbangga diri dan yakin kita telah menjadi salah satu
penyelamat lingkungan dari sampah. Nah, tunggu sebentar, ‘penyelamat dari
sampah’? Apakah sampah adalah penjahat?
Bisa saja kau buka berbagai situs
untuk menemukan definisi sampah. Kebanyakan laman akan menjelaskan bahwa sampah
adalah sesuatu yang tidak terpakai, sesuatu yang dibuang, sesuatu yang habis
nilai gunanya, dan lain lain. Memang lah sudah menjadi iman kita bahwa ‘sampah
harus dibuang’ dan sudah menjadi taqwa kita untuk ‘membuang sampah pada
tempatnya’. Sungguh mengenaskan menjadi sampah karena dia selalu dianggap
pantas dibuang. Bahkan sampah diasosiasikan dengan segala sesuatu yang buruk,
misal sampah masyarakat. Kita pun sering menggunakan kata ‘sampah’ untuk
mengungkapkan amarah.
Kisah dan Sampah
Hmm... mari kita ingat kronologi
terjadinya sampah. Siang hari yang panas membuat kita haus luar biasa. Tangan
kita merogoh saku dan menemukan beberapa lembar ribuan. Kita melangkah menuju
warung dan membeli es teh dengan balok balok kecil es batu yang menyegarkan. Es
teh pun disedot, belum sampai habis dahaga sudah hilang dan kita melempar sisa
es teh dalam plastik ke tempatnya lalu kita berlari kembali ke aktivitas kita.
Itu satu contoh, bagaimana dengan makanan yang tidak kita habiskan begitu saja
karena kita gebetan kita buru-buru mengajak shoping?
Di sebuah acara yang sakral pun, seperti
pernikahan, pengajian, kita akan menemukan makanan tercecer. Buah yang sudah
tergigit dan menggelinding di bawah kursi. Intinya adalah kita ini begitu mudah
membuang sesuatu. Seolah yang kita buang itu memang layak kita buang. Kita
melupakan bahwa bisa saja yang kita buang itu sebelumnya adalah hal yang kita
inginkan, hal yang kita minta dalam doa kita, hal yang butuh usaha dan rejeki
untuk mendapatkannya. Kita lupa bahwa yang kita buang adalah bisa saja yang
kita dapatkan dengan susah payah. Kita selalu hampir pasti lupa bahwa yang kita
buang adalah pemberian Nya.
Menyebut hal hal baik, bermanfaat,
yang kita ‘rasa’ sudah tidak berguna sebagai sampah adalah sebuah pencemaran
nama baik. Membuat, hal hal yang tadinya memberi kita kepuasan fisik dan batin,
seperti makanan, minuman, foto mantan dan lain lain yang pastinya bisa kalian
pikir sendiri, sebagai sampah yang hina kotor dan bau adalah sebuah tindakan
penghilangan barang bukti besarnya kasih sayang Tuhan. Bentuk kesengajaan untuk
melupakan hal hal baik yang sudah menjadi budaya. Parahnya, sudah menjadi
bagian dari alam bawah sadar kita.
Apresiasi kepada yang Kita
Sebut Sampah
Saya punya cara sendiri untuk
betul-betul memulai gerakan Indonesia Bebas Sampah yang terkenal itu. Cara
pikir kita sendiri tentunya harus kita perbaiki dengan niat dan tindakan
tindakan yang ikhlas, rutin, dan sadar sepenuhnya. Saya mengusulkan beberapa
cara sederhana dan mudah untuk mengawali gerakan ini dari diri kita sendiri
yang dilandasi konsep syukur.
Pertama, sebelum membeli sesuatu,
bersyukurlah dahulu bahwa kita ternyata diberi cukup rejeki untuk itu. Hal itu
otomatis akan membuat kita sadar bahwa di luar sana ada yang tidak seberuntung
kita. Sehingga kita tidak patut bila berfoya-foya dengan banyak membeli makanan
dan snack snack secara berlebihan. Semakin sedikit camilan camilan yang kita
beri maka semakin sedikit kan sampah yang kita sumbangkan pada dunia. Juga sisihkan
lah sedikit dari budget belanja kita untuk mengisi kotak amal yang biasanya selalu
ada di dekat pintu keluar supermarket.
Kedua, saat kita mengkonsumsi
sesuatu makanan atau minuman, habiskan lah sampai remah terakhir atau tetes
terakhir. Bersyukur dan ingatlah di luar sana banyak yang kelaparan kan? Jika
kita memang tidak habis, simpanlah dan makanlah lagi nanti sampai habis, baru
dibuang. Dengan menghabiskan makanan dan minuman kita, maka kita akan
mengurangi bau tidak sedap dan lendir lendir yang timbul dari sisa makanan atau
minuman yang biasanya kita buang begitu saja. Dengan begitu kita otomatis tidak
hanya menyumbang pada kebersihan tapi juga kesehatan lingkungan. Biarkan
bungkus-bungkus makanan dan minuman istirahat dalam keadaan bersih. Mereka
layak mendapatkannya setelah memberikan manfaat-manfaat baik pada kita.
Ketiga, setelah makanan, minuman,
kosmetik, pakaian atau barang barang berguna lainnya sudah habis manfaatnya
sehingga harus dibuang, maka tatalah dengan rapi sebelum dibuang. Lipat
tipis-tipis dan rapi untuk menghemat ruang di tempat sampah. Sebelum
meninggalkannya di tempat sampah tataplah barang-barang bekas itu dengan syukur
dan taruhlah dengan baik, bukan dengan asal lempar. Benda-benda itu adalah
simbol kasih sayang Tuhan pada kita.
Keempat, apresiasi lah sampah
kita dengan tempat sampah yang layak. Buatlah tempat sampah yang indah, hiaslah
sesukamu, dan tempatkan di tempat yang bersih pula. Hal itu akan membuat kita
senang mengunjungi tempat sampah kita untuk membuang sampah. Paling penting,
tulislah di kotak sampah Anda sebuah nama baru bukan lagi “tempat sampah”
tetapi dengan kata yang indah. Misalnya Anda bisa tuliskan di atas kotak sampah
Anda “Kotak Kenangan Indah”, atau “Terima Kasih Tuhan, atau, “My nice memory
stay here”, atau kata kata syukur lainnya.
Mari lah kita menjadi manusia
yang jujur akan nikmat Tuhan. Jangan pernah lupa pada hal-hal baik yang pernah
Tuhan berikan pada kita. Jangan biarkan rejeki yang Dia berikan pada kita
berubah menjadi sebuah hal buruk yang mendatangkan bencana.